Sabtu, 13 Februari 2010

Cultured microalgae as aquaculture feeds

Cultured microalgae as aquaculture feeds

Eirik O. Duerr, Augustin Molnar, and Vernon Sato1

The Oceanic Institute, Makapuu Point, Waimanalo, HI 96795, USA

Received: 16 July 1996/Accepted: 7 August 1997

Ringkasan

Saat ini, budidaya perikanan khususnya dalam kegiatan pendederan dan pembesaran sangat mengandalkan mikroalga sebagai sumber pakan. Hal ini diperkuat oleh data hasil produksi perikanan tahun 1993 yang mencapai 14,5 juta metrik ton, sekitar 90% selama pembesarannya menggunakan fitoplankton sebagai sumber pakan. Kegiatan pembesaran larva ikan dan udang hampir 50%-nya sangat mengandalkan alga sebagai sumber pakan alami. Hal ini wajar karena ketika larva telah masuk fase kritis (kuning telur habis), dia sangat membutuhkan ganggang dan/atau zooplankton (yang sesuai dengan bukaan mulutnya) sebagai makanannya sampai dia bisa makan pakan jadi (pellet).

Berdasarkan data yang disajikan oleh FAO (1995) menyebutkan bahwa sebagian besar ikan, udang dan kerang-kerangan dalam siklus hidupnya sangat bergantung pada ketersediaan fitoplankton sebagai sumber pakan mereka. Ditambahkan pula oleh Liao et al. (1991) yang menyebutkan bahwa di Taiwan lebih dari 5 miliar kerang (Meretrix lusoria), udang 5.85 billion (Penaeus spp.), dan 152 juta larva ikan yang dihasilkan komersial pada tahun 1990 dengan bantuan ganggang dan pakan alami. Alga yang sering digunakan sebagai pakan alami bagi larva diantaranya Nannochloris oculata, Nannochloropsis oculata, Chlorella sp., Chlamydomonas sp., Tetraselmis tetrathele, dan T. chuii.

Diketahui produksi budidaya perikanan seluruh dunia mencapai 7,2% per tahun. Tingginya hasil produksi tersebut harus sejalan juga dengan tingginya produksi mikroalga. Mikroalga yang dikultur disesuaikan dengan ukuran larva atau bukaan mulutnya. Selain fitoplankton juga digunakan zooplankton sebagai sumber pakan bagi larva. kultur zooplankton ini dianggap lebih menguntungkan daripada kultur fitoplankton karena zooplankton lebih mudah diukur atau dihitung jumlahnya daripada fitoplankton, serta sebagian besar (mayoritas) larva ikan mengkonsumsi zooplankton dibandingkan mengkonsumsi fitoplankton, walaupun sebenarnya dalam kegiatan kultur zooplankton juga harus menyediakan fitoplankton sebagai makanan zooplankton itu sendiri.

Pemberian fitoplankton sebagai sumber pakan bagi larva dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung artinya fitoplankton tersebut langsung diberikan pada larva, sedangkan secara tidak langsung maksudnya fitoplankton tersebut diberikan terlebih dahulu pada zooplankton, kemudian zooplankton ini diberikan pada larva. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan sehingga meningkatkan pula kandungan gizi larva yang kita budidaya.

Saat ini pakan alami relatif menurun kuantitas dan kualitasnya. Masalah yang sekarang tengah dihadapi diantaranya adalah adanya kontaminasi bakteri, yang dapat mengganggu pertumbuhan alga dan dapat membahayakan larva target. Kultur alga heterotrof adalah salah satu opsi yang sedang dilakukan untuk meningkatkan produksi alga. Meskipun ini dapat meningkatkan produksi alga, tapi juga meningkatkan biaya produksi yang dibutuhkan (US $ 150 - $ 250/kg berat kering).

Selain adanya bakteri yang menjadi kontaminan, ada pula beberapa plankton yang dapat menghasilkan racun/toksik yang selanjutnya terakumulasi pada biota konsumer plankton tersebut sampai pada konsentrasi sangat tinggi, yang melebihi konsentrasi awal yang diproduk oleh plankton beracun (Wiadnyana, 1997). Hal ini perlu ditindak lanjuti berkaitan dengan tingginya produksi perikanan yang sangat mengandalkan plankton sebagai sumber pakannya agar produksi perikanan tidak mengalami penurunan.

Sumber:

FAO (1995) Aquaculture production statistics (1984–1993). FAO Fisheries Circular No. 815, Revision 7

Liao I-C, Su M-S, Su H-M (1991) An overview of live feeds production system design in Taiwan In: Fulks W, Main KL (eds). Rotifer and microalgae culture systems. The Oceanic Institute, Honolulu

Wiadnyana, N.N,. 1997. Toksisitas Pada Plankton dan Makanan Laut: Metode Analisis dengan HPLC. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

2 komentar:

  1. Yah Wi....seandainya resume ini udah dipostingkan dari zaman baheula,, q ga perlu pusing-pusing garap resume Wi...
    hehehe....
    Visit my blog yaa... http://zonanufish.blogspot.com

    BalasHapus
  2. salam, saya ada mengkultur nannochloropsis, problemnya selepas seminggu dia bertukar warna dari hijau ke kuning kemudian coklat,kenapa ya?

    BalasHapus