Sabtu, 13 Februari 2010

Kultur Mikroalga

RESUME LAPORAN

Kultur mikroalga (Tetraselmis chuii.) dengan perlakuan salinitas ini bertujuan untuk mengetahui cara-cara pengkulturan fitoplankton Tetraselmis chuii serta untuk mengetahui dan mengamati pertumbuhan Tetraselmis chuii pada salinitas berbeda. Alat yang digunakan dalam kultur mikroalga ini yaitu botol kaca sebagai wadah kultur, spuit 1 ml, aerator, pipet tetes, mikroskop, haemocytometer, hand counter, thermometer, pH meter, botol bekas film, alat sentrifuge, tabung reaksi, oven/freezer, timbangan digital, tissue, kertas label, dan alat tulis, sedangkan bahan yang diperlukan yaitu sampel Tetraselmis chuii, 1 liter air laut steril (10 ppt, 20 ppt, 30 ppt), medium F/2 (NaNO3, NaH2PO4.H2O, tracemeter, dan vitamin @ 1 ml), formalin, larutan 4 N NaOH, dan larutan asam sitrat 10 %.

Kultur mikroalga ini terdiri dari 3 perlakuan dengan masing-masing 2 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu kisaran salinitas yang berbeda untuk tiap botol, perlakuan pertama yaitu salinitas 10 ppt, perlakuan kedua yaitu salinitas 20 ppt dan perlakuan ketiga yaitu salinitas 30 ppt. Pengamatan dilakukan setiap hari sekali selama 7 hari, yang meliputi pengamatan suhu ruangan, pH media kultur, dan kepadatan Tetraselmis chuii. Media yang digunakan yaitu air laut steril yang sudah diperkaya dengan berbagai bahan campuran yaitu NaNO3, NH2PO4.H2O, trace element, dan vitamin, masing-masing 1 ml. Tetraselmis awal yang ditebar yaitu kepadatan 10.000 sel/ml.

Setelah 7 hari, dihitung kecepatan pertumbuhan dan waktu generasinya serta ditentukan pada waktu kapan Tetraselmis ini mengalami 5 fase pertumbuhan yang meliputi fase lag, fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasioner, dan fase kematian. Kecepatan pertumbuhan (µ) adalah pertambahan sel dalam waktu tertentu. Untuk menghitung kecepatan pertumbuhan ini digunakan rumus dimana ln b adalah ln kepadatan akhir dan ln a adalah ln kepadatan awal, sedangkan waktu generasi (G) adalah waktu yang diperlukan suatu mikroalga untuk membelah sel dari satu sel menjadi beberapa sel dalam pertumbuhannya. Pada penghitungan waktu generasi ini digunakan rumus , angka 2 disini menunjukkan pembelahan Tetraselmis sebanyak 2 kali.

Berdasarkan hasil pengamatan, pada perlakuan salinitas 10 ppt, kisaran suhunya 24-27°C, dengan pH media antara 6-8. Menurut Fabregas et al, (1984), suhu optimal bagi Tetraselmis berkisar antara 23-25ºC dan Tetraselmis optimal tumbuh pada pH 7-8, hal ini menunjukkan bahwa kodisi media sudah optimum. Salinitas merupakan salah satu sifat kimia air yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan organisme air. Pada perlakuan ini diberikan nilai salinitas 10 ppt, padahal menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Tetraselmis mempunyai toleransi salinitas 15-36 ppt. Ditambahkan pula oleh Fabregas et al (1984) bahwa Tetraselmis dapat tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25-35 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa media yang digunakan bagi Tetraselmis pada perlakuan pertama ini tidak optimum.

Kecepatan tumbuh pada pengamatan Tetraselmis dengan perlakuan salinitas 10 ppt yaitu sebesar 0.335 sel/ml/hari untuk ulangan 1 dan 0.794 sel/ml/hari untuk ulangan 2. Hal ini menunjukkan pertambahan sel Tetraselmis lebih cepat pada ulangan kedua daripada ulangan pertama., dan juga dibuktikan oleh tingginya kepadatan Tetraselmis pada hari ke tujuh di botol ulangan kedua daripada ulangan pertama. Pada pengamatan kali ini, belum nampak fase kematian/penurunan jumlah populasi Tetraselmis. Fase logaritmik/eksponensial terjadi pada hari ke empat. Waktu generasi untuk ulangan pertama sebesar 2,069 dan ulangan kedua sebesar 0,872. Semakin sedikit waktu yang dibutuhkan Tetraselmis untuk membelah, maka semakin cepat laju pertumbuhannya.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap kepadatan kultur Tetraselmis dengan salinitas 20 ppt menggunakan dua ulangan menunjukkan bahwa pertumbuhan harian selama tujuh hari populasi terus meningkat. Tingkat kepadatan tertinggi pada hari ke-7, yaitu rata-rata 325,25 x 104 sel/ml. Fase logaritmik/eksponensial terjadi pada hari ketiga. Namun pada kultur kali ini belum nampak fase kematian/penurunan populasi. Kisaran suhu dan pH masih dalam batas kisaran normal. Salinitas pada kultur Tetraselmis ini adalah 20 ppt. Tetraselmis tumbuh dengan salinitas optimal antara 25-35 ppt (Fabregas et al, 1984). Akan tetapi menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Tetraselmis mempunyai toleransi salinitas yang cukup lebar yaitu 15-36 ppt. Hal ini berarti bahwa Tetraselmis masih dapat tumbuh dengan baik. Kecepatan tumbuh tertinggi yaitu pada ulangan kedua (0,9030 sel/ml/hari), dan waktu yang diperlukan Tetraselmis ini untuk membelah sel dari satu sel menjadi beberapa sel dalam pertumbuhannya (waktu generasi) yaitu 0,9713 untuk ulangan pertama dan 0,7675 untuk ulangan kedua. Semakin sedikit waktu yang digunakan maka semakin cepat pula dia tumbuh.

Pada perlakuan ketiga yaitu salinitas 30 ppt, rata-rata peningkatan tertinggi kepadatan Tetraselmis dimulai pada hari ketiga, yang juga menunjukkan fase logaritmik/eksponensial dari Tetraselmis dengan salinitas 30 ppt ini, yaitu sebesar 108.750 sel/ml. Pada ulangan pertama, terjadi peningkatan kepadatan Tetraselmis dari hari pertama sampai hari kelima pengamatan. Sedangkan pada hari ke enam, mulai terjadi fase kematian atau penurunan jumlah populasi dari Tetraselmis. Hal ini dikarenakan tidak ada lagi penambahan nutrisi baru dari luar pada media pertumbuhan tersebut. Pada ulangan kedua, dari hari pertama sampai hari ke tujuh pengamatan, terjadi peningkatan populasi, sedangkan pada hari ke enam tidak terjadi penurunan jumlah populasi layaknya pada ulangan pertama, hal ini disebabkan karena adanya tambahan media (air laut) sehingga ruang untuk tumbuhnya Tetraselmis bertambah. Berbeda halnya dengan botol ulangan pertama yang tidak mendapat tambahan media sehingga ruang untuk tumbuh Tetraselmis tidak bertambah dan malah makin sempit dan terbatas.

Pertambahan sel Tetraselmis pada perlakuan ini yaitu 1,144 sel/ml/hari untuk ulangan pertama dan 0,636 sel/ml/hari untuk ulangan kedua. Semakin cepat dia tumbuh, maka ruang media yang digunakan untuk kultur semakin sempit, dan semakin tinggi kompetisi yang terjadi untuk mempertahankan hidup antar Tetraselmis, sehingga semakin cepat pula Tetraselmis ini mengalami fase kematian atau penurunan jumlah populasi. Akan tetapi pada ulangan kedua, kecepatan tumbuh rendah dan jika dibandingkan dengan ulangan pertama, ruang media belum membatasi pertumbuhan Tetraselmis. Waktu yang digunakan Tetraselmis untuk membelah (waktu generasi) yaitu 0,605 untuk ulangan pertama dan 1,089 untuk ulangan kedua. Semakin pendek waktu yang digunakan untuk membelah, maka semakin cepat pula dia tumbuh.

Pada perlakuan ketiga ini, kisaran pH dan suhu masih dalam batas normal. Pada perlakuan ini diberikan nilai salinitas 30 ppt. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Tetraselmis mempunyai toleransi salinitas 15-36 ppt. Ditambahkan pula oleh Fabregas et al (1984) bahwa Tetraselmis dapat tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25-35 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa media yang digunakan pada perlakuan ketiga ini sudah optimum bagi pertumbuhan Tetraselmis.

Setelah dilakukan pengamatan diantara ketiga perlakuan, laju pertumbuhan populasi dan ukuran Tetraselmis mencapai maksimal (fase logaritmik/eksponensial) dimulai pada hari ketiga untuk perlakuan salinitas 20 ppt dan 30 ppt, sedangkan pada perlakuan salinitas 10 ppt Tetraselmis mengalami pertumbuhan maksimal dimulai pada hari keempat. Hal ini menunjukkan bahwa media yang digunakan untuk tumbuh secara optimal adalah media dengan salinitas 20 ppt dan 30 ppt. Pernyataan ini diperkuat oleh Fabregas et al (1984) yang menyatakan bahwa Tetraselmis dapat tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25-35 ppt. Ditambahkan pula oleh Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Tetraselmis mempunyai toleransi salinitas yang cukup lebar yaitu 15-36 ppt. Artinya, dengan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal, Tetraselmis dapat mengalami pertumbuhan dengan cepat dan maksimal.

Optimumnya perlakuan kedua dan ketiga bagi Tetraselmis juga ditunjukkan oleh tingginya kecepatan tumbuhnya. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata kecepatan tumbuh tertinggi yaitu pada salinitas 30 ppt sebesar 0,89 sel/ml/hari, kemudian perlakuan salinitas 20 ppt sebesar 0,8083 sel/ml/hari dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan salinitas 10 ppt yaitu 0,5645 sel/ml/hari. Akan tetapi, setelah diuji menggunakan tabel anova, ternyata pengaruh salinitas terhadap kecepatan pertumbuhan adalah tidak beda nyata, artinya pemberian perlakuan salinitas berbeda tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi kecepatan pertumbuhan Tetraselmis yang dikultur. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kisaran salinitas 10-30 ppt, Tetraselmis masih dapat tumbuh dengan baik.

Waktu yang digunakan untuk melakukan pembelahan sel pada perlakuan salinitas 30 ppt lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan salinitas 20 ppt dan 10 ppt. Rata-rata waktu generasi untuk salinitas 30 ppt adalah 0,847, rata-rata waktu generasi untuk salinitas 20 ppt yaitu 0,8694 dan rata-rata waktu generasi yang dibutuhkan pada salinitas 10 ppt adalah 1,4705. Semakin pendek waktu yang digunakan untuk mengalami pembelahan, maka semakin tinggi pula kecepatan tumbuhnya. Akan tetapi, setelah diuji menggunakan tabel anova, ternyata pengaruh salinitas terhadap waktu generasi Tetraselmis adalah tidak beda nyata, artinya pemberian perlakuan salinitas berbeda tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi waktu generasi Tetraselmis yang dikultur. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kisaran salinitas 10-30 ppt, Tetraselmis masih dapat tumbuh dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Fabregas, Jaime., et al. 1984. Growth of Marine Microalga Tetraselmis svecica in Batch Culture with Different Salinities and Concentration. Publisher. B.V. Amsterdam.

Isnansetyo, A, Ir dan Kurniastuty, Ir,. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton & Zooplankton, Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar